script src="http://masterendi.googlecode.com/files/salju.js">

Minggu, 14 Agustus 2011

why ??

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur? Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan? Ketika kita berciuman?
Ini karena hal yang terindah di dunia TIDAK TERLIHAT
Kita semua agak aneh ... dan hidup sendiri juga agak aneh ...
Dan ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya SEJALAN dengan kita
Kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam keanehan serupa yang
dinamakan CINTA

Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan ...
Orang2 yang tidak ingin kita tinggalkan ...
Tapi ingatlah ... melepaskan BUKAN akhir dari dunia...
melainkan awal suatu kehidupan baru ...
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis, mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari ... dan mereka yang telah mencoba ...karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh
kehidupan mereka ...

CINTA yang AGUNG?
Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya ...
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan
setia...
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa
tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu'
Apabila cinta tidak berhasil ...
BEBASKAN dirimu ...

Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI
Ingatlah ... bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya
tapi...ketika cinta itu mati ... kamu TIDAK perlu mati bersamanya...
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang ...
MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh
Entah bagaimana ... dalam perjalanan kehidupan, kamu belajar tentang dirimu
sendiri... dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada HANYALAH
penghargaan abadi atas pilihan2 kehidupan yang telah kau buat TEMAN SEJATI
Mengerti ketika kamu berkata 'Aku lupa ...'
Menunggu selamanya ketika kamu berkata 'Tunggu sebentar ...'
Tetap tinggal ketika kamu berkata 'Tinggalkan aku sendiri...'
Membuka pintu, meski kamu BELUM mengetuk dan berkata 'Bolehkan saya
masuk?'

MENCINTAI ....BUKANlah bagaimana kamu melupakan ... melainkan bagaimana
kamu
MEMAAFKAN...BUK
​ANlah bagaimana kamu mendengarkan ... melainkan bagaimana
kamu
MENGERTI...BUKA​Nlah apa yang kamu lihat ... melainkan apa yang kamu
RASAKAN...
BUKANlah bagaimana kamu melepaskan ... melainkan bagaimana kamu BERTAHAN...
Lebih berbahaya mencucurkan air mata dalam hati...dibandin​gkan menangis
tersedu2
Air mata yang keluar dapat dihapus... sementara air mata yang
tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang ...
Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang ....

Tapi ketika CINTA itu TULUS, meskipun kalah, kamu TETAP MENANG hanya
karena kamu berbahagia... dapat mencintai seseorang... LEBIH dari kamu
mencintai dirimu sendiri ...
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita...
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya..​.

Apabila kamu benar2 mencintai seseorang, jangan lepaskan dia... jangan
percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar2 mencintai MELAINKAN
BERJUANGLAH demi cintamu Itulah CINTA SEJATI
Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan DARIPADA berjalan bersama
orang yang 'tersedia'
Lebih baik menunggu orang yang kamu cintai DARIPADA orang yang berada
disekelilingmu
Lebih baik menunggu orang yang tepat karena hidup ini terlalu singkat
untuk dibuang dengan hanya dengan 'seseorang'
Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti
hatimu dan kadang kala, teman yang membawamu ke dalam pelukannya dan
menangis bersamamu adalah cinta yang tidak kamu sadari.

mandikan aku bunda

Sebuah cerita yang patut di renungkan untuk Para orang tua yang sibuk:

Mandikan Aku Bunda

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya. Rani, sebut saja begitu namanya, kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme
tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan Presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel'' sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tingg
​al?''
Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itubetul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada
cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh
cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan,​ gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah
terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya
sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kaliRan​ i, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung
seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
-- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
-- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Jalur kereta api

Jalur Kereta

something to think about...

Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.

Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi.
Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain. Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?

Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.

Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Disamping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di
masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut. Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang
berbahaya telah dikesampingkan.
​ Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.

Seorang teman yang men-forward cerita ini berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat. Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut. Disamping itu,
alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Kita harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar. "Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar".