script src="http://masterendi.googlecode.com/files/salju.js">

Minggu, 14 Agustus 2011

why ??

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur? Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan? Ketika kita berciuman?
Ini karena hal yang terindah di dunia TIDAK TERLIHAT
Kita semua agak aneh ... dan hidup sendiri juga agak aneh ...
Dan ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya SEJALAN dengan kita
Kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam keanehan serupa yang
dinamakan CINTA

Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan ...
Orang2 yang tidak ingin kita tinggalkan ...
Tapi ingatlah ... melepaskan BUKAN akhir dari dunia...
melainkan awal suatu kehidupan baru ...
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis, mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari ... dan mereka yang telah mencoba ...karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh
kehidupan mereka ...

CINTA yang AGUNG?
Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya ...
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan
setia...
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa
tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu'
Apabila cinta tidak berhasil ...
BEBASKAN dirimu ...

Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI
Ingatlah ... bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya
tapi...ketika cinta itu mati ... kamu TIDAK perlu mati bersamanya...
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang ...
MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh
Entah bagaimana ... dalam perjalanan kehidupan, kamu belajar tentang dirimu
sendiri... dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada HANYALAH
penghargaan abadi atas pilihan2 kehidupan yang telah kau buat TEMAN SEJATI
Mengerti ketika kamu berkata 'Aku lupa ...'
Menunggu selamanya ketika kamu berkata 'Tunggu sebentar ...'
Tetap tinggal ketika kamu berkata 'Tinggalkan aku sendiri...'
Membuka pintu, meski kamu BELUM mengetuk dan berkata 'Bolehkan saya
masuk?'

MENCINTAI ....BUKANlah bagaimana kamu melupakan ... melainkan bagaimana
kamu
MEMAAFKAN...BUK
​ANlah bagaimana kamu mendengarkan ... melainkan bagaimana
kamu
MENGERTI...BUKA​Nlah apa yang kamu lihat ... melainkan apa yang kamu
RASAKAN...
BUKANlah bagaimana kamu melepaskan ... melainkan bagaimana kamu BERTAHAN...
Lebih berbahaya mencucurkan air mata dalam hati...dibandin​gkan menangis
tersedu2
Air mata yang keluar dapat dihapus... sementara air mata yang
tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang ...
Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang ....

Tapi ketika CINTA itu TULUS, meskipun kalah, kamu TETAP MENANG hanya
karena kamu berbahagia... dapat mencintai seseorang... LEBIH dari kamu
mencintai dirimu sendiri ...
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita...
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya..​.

Apabila kamu benar2 mencintai seseorang, jangan lepaskan dia... jangan
percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar2 mencintai MELAINKAN
BERJUANGLAH demi cintamu Itulah CINTA SEJATI
Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan DARIPADA berjalan bersama
orang yang 'tersedia'
Lebih baik menunggu orang yang kamu cintai DARIPADA orang yang berada
disekelilingmu
Lebih baik menunggu orang yang tepat karena hidup ini terlalu singkat
untuk dibuang dengan hanya dengan 'seseorang'
Kadang kala, orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti
hatimu dan kadang kala, teman yang membawamu ke dalam pelukannya dan
menangis bersamamu adalah cinta yang tidak kamu sadari.

mandikan aku bunda

Sebuah cerita yang patut di renungkan untuk Para orang tua yang sibuk:

Mandikan Aku Bunda

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya. Rani, sebut saja begitu namanya, kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme
tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan Presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel'' sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tingg
​al?''
Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itubetul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada
cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh
cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan,​ gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah
terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya
sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kaliRan​ i, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung
seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
-- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
-- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Jalur kereta api

Jalur Kereta

something to think about...

Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.

Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi.
Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain. Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?

Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.

Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Disamping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di
masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut. Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang
berbahaya telah dikesampingkan.
​ Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.

Seorang teman yang men-forward cerita ini berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat. Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut. Disamping itu,
alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Kita harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar. "Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar".

Senin, 21 Maret 2011

Energi Pelukan


Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah
ber’uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian
hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan
harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah sesosok
makhluk dalam ujud sesosok laki-laki. “Iqra!” katanya.
Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Lakilaki
itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian
mengulang kembali perintah “Iqra!” Muhammad memberikan
jawaban yang sama dan peristiwa serupa pun terulang hingga
tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang
diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi
wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad
melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui
Muhammad di gua Hira.
Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya
dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”. Ia gemetar ketakutan,
dan saat itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan,
ketenangan dan kepercayaan dari orang yang dicintainya.
Belahan jiwanya. Isterinya. Maka Khadijah pun menyelimutinya,
memeluknya dan mendengarkan curahan hatinya. Kemudian
ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang
dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan,
namun amanah yang akan sanggup ia jalankan.

Dalam sebuah pelatihan manajemen kepribadian. Para
instruktur yang juga para psikolog tengah mengajarkan
berbagai terapi penyembuhan permasalahan kejiwaan. Dari
semua terapi yang diberikan, selalu diakhiri dengan pelukan,
baik antar sesama peserta maupun oleh instrukturnya. Namun
demikian, mereka mempersilakan peserta yang tidak bersedia
melakukan pelukan dengan lawan jenis untuk memilih partner
pelukannya dengan yang sejenis. Yang penting tetap berupa
terapi pelukan. Menurut mereka, pelukan adalah sebuah terapi
paling mujarab hampir dari semua penyakit kejiwaan dan emosi.
Pelukan akan memberikan perasaan nyaman dan aman bagi
pelakunya.
Pelukan akan menyalurkan energi ketenangan dan kedamaian
dari yang memeluk kepada yang dipeluk. Pelukan akan
mengendorkan urat syaraf yang tegang. Hal ini juga dibenarkan
dari hasil penelitian bahwa, kita butuh empat kali pelukan per
hari untuk bertahan hidup, delapan supaya tetap sehat, dan dua
belas kali untuk pertumbuhan. Jika ingin terus tumbuh, kita
butuh dua belas pelukan per hari. Pelukan berkhasiat
menyehatkan tubuh. Pelukan merangsang kekebalan tubuh kita.
Pelukan membuat kita merasa istimewa. Pelukan memanjakan
sifat kekanak-kanakan yang ada dalam diri kita. Pelukan
membuat kita lebih merasa akrab dengan keluarga dan teman-teman.
Riset membuktikan bahwa pelukan dapat menyembuhkan
masalah fisik dan emosional yang dihadapi manusia di zaman
serba stainless steel dan wireless ini. Bukan hanya itu saja, para
ahli mengemukakan bahwa pelukan bisa membuat kita panjang
umur, melindungi dari penyakit, mengatasi stress dan depresi,
mempererat hubungan keluarga dan membantu tidur nyenyak.
(The Aladdin Factor, Jack Canfield & Mark Victor Hansen.”)
Helen Colton, penulis buku The Joy of Touching juga
menemukan bahwa ketika seseorang disentuh, hemoglobin
dalam darah meningkat hingga suplai oksigen ke jantung dan
otak lebih lancar, badan menjadi lebih sehat dan mempercepat
proses penyembuhan. Maka bisa dikatakan bahwa pelukan bisa
menyembuhkan penyakit “hati” dan merangsang hasrat hidup
seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh
jurnal Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat
melepaskan oxytocin, hormon yang berhubungan dengan
perasaan cinta dan kedamaian. Hormon tersebut akan menekan
hormon penyebab stres yang awalnya mendekam di tubuh.
Hasil hasil penelitian tersebut, memberikan keterangan ilmiah
atas kecenderungan dalam diri setiap manusia untuk
mendapatkan ketenangan dan kehangatan melalui pelukan.
Penelitan tersebut memberikan fakta ilmiah atas besarnya
energi yang dapat disalurkan melalui pelukan.
***
Sayangnya, banyak dari kita dibesarkan dalam rumah yang di
dalamnya pelukan adalah sesuatu yang tidak lazim, dan kita
mungkin merasa tidak nyaman minta dipeluk dan memeluk.
Kita mungkin pernah digoda sebagai “si anak manja” jika sering
memeluk atau dipeluk Ayah, Ibu atau saudara kandung kita. Dan
jadilah kita atau remaja-remaja kita saat ini, tumbuh dengan
kekurangan energi pelukan.
Bisa jadi, kekurangan energi pelukan ini adalah termasuk salah
satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus ketidakstabilan
emosi manusia seperti yang terjadi belakangan ini: tingginya
angka kriminalitas dan narkoba pada golongan anak dan remaja,
kesurupan di berbagai sekolah dan sebagainya.
Dan bisa jadi, sesungguhnya solusi untuk mengurangi berbagai
permasalahan itu sebenarnya sederhana saja: Pemberian
pelukan kasih sayang yang banyak kepada anak-anak dari orang
tuanya. Bukankah Rasulullah sangat gemar memeluk isteri, anak,
cucu, dan bahkan anak-anak kecil di lingkungannya dengan
pelukan kasih sayang? Bahkan pernah ada satu kisah ketika
Rasulullah mencium dan memeluk cucunya, seorang sahabat
menyatakan bahwa hingga ia punya 10 orang anak, tak satu pun
yang pernah ia curahi dengan peluk cium.
Rasulullah saat itu berkomentar, “Sungguh orang yang tidak mau
menyayang (sesamanya), maka dia tidak akan disayang.” (riwayat
Al-Bukhari)
***
So mulai sekarang, jangan ragu untuk memeluk ataupun minta
dipeluk. Apa yang kita perlukan saat kita marah, sedih ataupun
kecewa adalah sebuah pelukan, pelukan sayang dari suami,
orang tua atau orang yang kita kasihi.Pelukan itu dapat
menenangkan, membuat kita merasa nyaman dan disayang.
Begitu juga setelah adanya perang mulut atau berantem antara
suami istri? Saling memeluklah. Karenan pelukan itu akan
menurunkan emosi dan menenangkan hati. Pelukan itu akan
merekatkan kembali ikatan cinta antara suami istri setelah luka
dan kecewa yang sempat tertoreh. Pelukan itu, akan membuat
kehidupan rumah tangga menjadi makin mesra.
Segala sedih, segala marah, segala kecewa, dan segala beban
hilang oleh kehangatan pelukan. Selanjutnya jadikanlah pelukan
sebagai suatu kebiasaan dalam menjalani hari-hari. Hal pertama
yang saya inginkan ketika tiba di rumah sepulang dari kantor
atau dari bepergian adalah memeluk istri. Memeluknya erat-erat.
Itu saja. Tak Lebih. Hal pertama yang saya inginkan ketika
saya bangun dari tidur adalah memeluk dan dipeluk istri saya.
Memeluknya kuat-kuat. Itu saja. Bukan yang lainnya.
Jika kami bangun pada jeda waktu yang tak sama, maka ‘utang’
kebiasaan itu dilakukan setelah shalat lail atau shalat subuh. Jika
kami tidur di kamar yang berbeda, biasanya jelang subuh atau
habis shubuh, salah satu dari kami akan menyusul yang lainnya.
Hanya untuk satu hal saja: memeluk dan dipeluk.
Saat malam menjelang tidur, kami terbiasa tiduran dan saling
memeluk, berlama-lama sambil berbincang tentang aktifitas
kami seharian. Ada kata-kata yang minimal tiga kali sehari saya
ucapkan kepada istri saya, “I Love U” dan “Minta peluk!”
Rasanya ada yang kurang jika kekurangan pelukan dalam sehari.
Pelukan memberiku rasa aman dan nyaman. Pelukan, saya
rasakan memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh
apapun. Berani mencoba?

sibuknya sang waktu

Suatu hari, seorang ahli ‘Managemen Waktu’ berbicara
di depan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia
memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah
dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan
siswanya dia berkata, “Baiklah, sekarang waktunya kuis. “Kemudian
dia mengeluarkan toples berukuran galon yg bermulut cukup
lebar, dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia juga mengeluarkan
sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan
meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu ke dalam toples.
Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak
ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya,
“Apakah toples ini sudah penuh?” Semua siswanya serentak
menjawab, “Sudah!” Kemudian dia berkata, “Benarkah?” Dia lalu
meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia
memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit
mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat
tempat di antara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya
kepada siswanya sekali lagi, “Apakah toples ini sudah penuh?”Kali
ini para siswanya hanya tertegun. “Mungkin belum!”, salah satu
dari siswanya menjawab. “Bagus!” jawabnya.
Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan
sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam
toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruangruang
kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia
bertanya, “Apakah toples ini sudah penuh?” “Belum!” serentak para
siswanya menjawab. Sekali lagi dia berkata, “Bagus!” Lalu ia
mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam
toples, sampai toples itu terisi penuh hingga keujung atas. Lalu
si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya
dan bertanya, “Apakah maksud dari ilustrasi ini?” Seorang
siswanya yg antusiaslangsung menjawab, “Maksudnya,
betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih
dapat menyisipkan jadwal lain ke dalamnya!” “Bukan!”, jawab si
ahli, “Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan
kita bahwa JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU
MASUKKAN,MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT
MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT.”
Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu,
suami/ istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu,
kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yg kamu anggap paling
berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan
batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak
akanpernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu
mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka
kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu
tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan
berharga dalam hidupmu.

dedaunan yang berguguran

Barangkali kematian yang paling sulit kita terima adalah kematian dari seorang anak. Pada beberapa kesempatan saya pernah diberi kehormatan untuk memimpin upacara pemakaman bagi seorang anak laki-laki atau perempuan, seseorang yang belum lama mengecap pahit manisnya kehidupan. Tugas saya adalah membantu menuntun orang tua yang sedang putus asa, dan juga anggota keluarga yang lainnya, mengatasi siksaan rasa bersalah dan tuntutan obsesif atas jawaban dari pertanyaan, "Mengapa?"

Saya sering menceritakan kisah perumpamaan berikut ini, yang dikisahkan kepada saya beberapa tahun silam di Thailand.

Seorang bhikkhu hutan yang sederhana tengah bermeditasi sendirian di sebuah pondok jerami di tengah hutan. Pada suatu larut malam, terjadilah badai musim hujan yang garang. Angin menderu-deru bagaikan suara mesin jet dan hujan yang deras menerpa pondoknya. Semakin malam beranjak pekat, badai makin bertambah liar. Mula-mula, dahan-dahan pohon terdengar tercerabut dari batangnya. Lalu seluruh bagian pohon terengut oleh angin ribut dan dihempaskan ke tanah dengan suara sekeras guntur.

Sang bhikkhu segera sadar bahwa pondok jeraminya tak akan sanggup melindunginya. Jika sebuah pohon tumbang menimpa pondoknya, atau meskipun cuma sebuah dahan besar, pondoknya akan rata dengan tanah dan meremukkannya sampai mati. Dia tidak tidur sepanjang malam. Seringkali sepanjang malam itu, dia seolah-olah mendengar para raksasa hutan mendobrak ke permukaan tanah dan hatinya berdegup untuk sesaat.

Beberapa jam sebelum fajar menyingsing, secepat datangnya, begitu pula badai itu berlalu. Di pagi hari, sang bhikkhu keluar dari pondoknya untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Banyak dahan besar dan dua pohon berukuran lumayan yang luput mengenai pondoknya. Dia merasa beruntung masih hidup. Apa yang tiba-tiba menarik perhatiannya bukanlah pohon-pohon yang tumbang dan dahan-dahan patah yang berserakan dimana-mana, tetapi dedaunan yang sekarang menyebar menutupi lantai hutan.

Seperti dugaannya, kebanyakan dedaunan yang berguguran adalah daun-daun yang berwarna coklat tua, yang telah memenuhi umur kehidupannya. Di antara dedaunan yang berwarna coklat terdapat banyak daun yang kuning. Bahkan terdapat pula beberapa daun yang hijau. Dan daun-daun yang berwarna hijau itu masih segar dan cerah sehingga sang bhikkhu tahu bahwa dedaunan itu baru saja jatuh dari pucuknya. Pada saat itulah hati sang bhikkhu memahami sifat kematian sebagaimana adanya.

Dia ingin menguji kebenaran dari pengetahuan yang baru saja dia pahami itu, lalu dia mendongak ke arah dahan-dahan pohon itu. Cukup meyakinkan, hampir sebagian besar dedaunan yang tertinggal di pohonnya adalah dedaunan hijau yang sehat segar, pada kehidupan dininya. Namun, meskipun banyak dedaunan muda yang gugur di atas tanah, ada sebagian daun berwarna coklat tua peot dan keriting yang tetap bertahan didahannya. Sang bhikkhu tersenyum, mulai hari itu, kematian dari seorang anak tak akan pernah lagi membingungkannya.

Ketika badai kematian datang menghempaskan keluarga kita, badai itu biasanya mengambil orang-orang yang sudah tua, "dedaunan yang coklat burik". Badai itu juga mengambil orang-orang yang berusia paruh baya, seperti daun-daun kuning di pohon. Kadang, anak-anak belia pun meninggal juga, pada usia dini mereka, seperti halnya dedaunan yang berwarna hijau. Dan suatu kali kematian juga merenggut kehidupan dari anak-anak yang kita kasihi, seperti badai merenggut tunas yang masih hijau. Inilah sifat hakiki dari kematian dalam kehidupan kita, sebagaimana hakikat badai di sebuah hutan.

Tak seorang pun yang perlu disalahkan dan tak seorang pun yang harus merasa bersalah atas kematian dari seorang anak. Inilah sifat alami dari segala sesuatu. Siapa yang bisa menyalahkan badai? Hal ini dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan mengapa anak-anak meninggal. Jawabannya sama dengan mengapa sebagian daun yang masih hijau berguguran dalam sebuah badai. (Ajahn Brahm, "Membuka Pintu Hati" bab tentang Penderitaan dan Pelepasan)

Sumber: Disadur dari buku "Membuka Pintu Hati 108 Cerita Tentang Kebahagiaan Sejati"

Minggu, 30 Januari 2011

dinamika kehidupan

mungkin bnyak hal didunia ini yg ku anggap tak pernah ku mengerti.
Hal itulh yg mmbuat aku trkgum pd stiap hal,
Sampai skrg pun blum ad yg mampu mngrti khdupanq.
Sendri bukan hal asing bg q, karena logikany ak lhir sndri dan matipun q jg sndri.
Jika ditanya soal apa yg ak kjar?
Bnyk, mimpi dan 0bsesiq blum trefleksi kedunia nyata.
Dan aku percaya suatu yg besar brwal dr kecil,
Gak slamanya siput akan kalah.
Perlhan tp pasti, lbih dhrapkan drpd cpt tp brhnti dtngah jln.
Hal itlh yg mmbwt ak prcya pd proses.
Mskpn brat skalipun yg ku pikir kmungkinan trburuk dari stiap lngkh
Bljar dr smua it akn lbh berguna.

Kamis, 20 Januari 2011

heads letter

menjalani banyak hal yang tak ku mengerti didunia ini kadang memang bikin hidup terasa tak berarti.
semua kadang seperti sebuah ilusi, yang entah kapan aku mengerti bagaimana semua hal yang terjadi dapat terlihat.
mencari jati diri dengan sendirinya terkadang membuat kita putus asa
namun terkadang hal yang tak secara sengaja kadang muncul sebagai jalan menuju akan hal itu.banayk hal yang sebenarnya dapat ditempuh dari kehidupan cerita setiap orang .
namun terkadang kita butuh penilaian yang mapu mengubah segala apa yang terjadi dalam hidup kita, sebagai yang buruk sekalipun. aku pikir itu merupakan suatu pelajran yang berharga meskipun sakit.suatu pemecahan hidup yang kadang tetasa sakit.